Hukum, Rukun, Hikmah Pernikahan dalam Syariat Islam
INIRUMAHPINTAR.COM - Pernikahan adalah hal paling sakral dalam kehidupan dimana dua sejoli berjanji setia sehidup semati dalam ikatan halal, yang diakui negara dan agama. Kali ini kita akan membahas tentang Hukum, Rukun, Hikmah Pernikahan dalam Syariat Islam. Tulisan ini dapat memperkaya pengetahuan kita seluk-beluk pernikahan yang sejalan dengan syariat Islam. Dengan harapan, teman-teman pembaca dapat menyiapkan diri sebelum menjalani pernikahan dan bagi yang telah menikah, agar dapat menjaga pernikahannya dengan baik.
Pelaksanaan Pernikahan dalam Syariat Islam
A. Hukum dan Rukun Nikah
Secara bahasa, nikah artinya mengumpulkan, menggabungkan, atau menjodohkan. Adapun definisi pernikahan adalah akad yang menghalalkan pergaulan antara seorang laki-laki dan perempuan yang bukan mahram sehingga menimbulkan hak dan kewajiban di antara keduanya. Dalam pernikahan, terdapat rukun dan hukum yang harus dipahami.
1. Hukum pernikahan
Ada lima hukum nikah jika dilihat dari segi kondisi orang yang akan melaksanakan nikah.
a. Jaiz yang artinya diperbolehkan dan inilah yang menjadi dasar hukum pernikahan.
b. Sunah apabila orang yang telah mempunyai keinginan dan kemampuan untuk menikah, namun tidak dikhawatirkan dirinya jatuh kepada maksiat jika tidak segera menikah.
c. Wajib apabila orang yang akan melakukan pernikahan telah mempunyai bekal hidup untuk memberi nafkah yang cukup kepada istri dan anak-anaknya serta ada kekhawatiran terjerumus ke dalam perbuatan maksiat atau zina apabila tidak segera menikah.
d. Makruh apabila orang yang akan melakukan pernikahan telah mempunyai keinginan yang kuat, tetapi ia belum mempunyai bekal untuk memberi nafkah tanggungannya
e. Haram apabila orang yang akan menikah mempunyai niat buruk, seperti niat untuk menyakiti perempuan yang dinikahinya atau niat buruk lainnya. Pernikahan juga haram dilakukan atas dasar paksaan.
2. Rukun nikah
Rukun nikah ada lima sebagai berikut.
a. Ada calon suami. Syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh calon suami, antara lain laki-laki yang sudah dewasa (sembilan belas tahun); Islam, bukan mahram bagi calon istri; tidak dipaksan/terpaksa; dan tidak dalam keadaan haji atau umrah.
b. Ada calon istri. Syarat-syarat calon istri ialah perempuan yang sudah cukup umur (enam belas tahun); Islam, bukan mahram bagi calo suami; tidak dalam ikatan pernikahan dengan orang lain; dan tidak sedang dalam haji atau umrah.
c. Ada wali dari calon istri. Wali dari pihak perempuan, yaitu bapak kandung mempelai perempuan, penerima wasiat, kerabat terdekat, orang bijak dalam keluarga perempuan, atau pemimpin setempat.
Syarat wali, yaitu Islam, laki-laki; balig;berakal; adil; tidak sejang haji atau umrah; dan merdeka( bukan hamba sahaya). Wali terdiri dari wali nasab(wali yang berasal dari garis keturunan/pertalin darah) dan wali hakim (penguasa), tetapi wali hakim hanya dapat bertindak apabila wali nasabnya berada dalam kondisi berikut ini
1) Gaib, tidak dapat hadir pada saat ijab dan kabul
2) Tawasri’ , yaitu wali membandel tidak mau menikahkan
3) Para wali saling berselisih
4) Tidak mempunyai wali nasab
Adapun susunan wali nasab terdiri atas berikut.
1) Wali majbir, yaitu wali yang berhak memaksa
2) Wali aqrab, yaitu wali yang lebih dekat hubungan nasabnya dengan mempelai wanita
3) Wali ab’ad, yaitu wali yang sudah jauh hubungan nasabnya dengan mempelai wanita
d. Ada dua orang saksi laki-laki. Syaratnya, Islam;berakal sehat; adil; dapat melihat; menengar, dan berbicara; tidak sedang haji atau umrah; dan hadir dalam akad nikah.
e. Ada ijab dan kabul. Kalimat ijab (sigat) dalam pernikahan diucapkan oleh wali dari pihak pengantin perempuan, sedangkan kabul diucapkan oleh pengantin laki-laki.
B. Tujuan Pernikahan
1. Mendapat kebahagian, kecintaan, dan ketenangan hidup
Sebagaimana firman Allah dalam Surah ar-Rum ayat 21 berikut.
Artinya :
“Dan diantar tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untuk kalian istri-istri dari jenis kalian sendiri supaya kalian cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantara kalian rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir.” (Q.S. ar-Rum [30]: 21)
Tujuan menikah untuk mendapat kebahagiaan juga dirumuskan dalam UU No. 1 Tahun 1974 yaitu dengan dinyatakan pernikahan adalah ikatan lahir dan batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Adapun tujuan nikah menurut agama Islam untuk memenuhi hajat manusia (pria terhadap wanita atau sebalinya) dam rangka mewujudkan rumah tangga yang bahagia sesuai dengan ketentuan-ketentuan agama Islam.
2. Mendapatkan keturunan
Menikah bertujuan untuk mendapat keturunan sebagaimana firman Allah berikut.
Artinya :
“Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Rabb kalian yang telah menciptakan kalian (semua) dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan istrinya; dan dari keduanya Allah mengembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak....” (Q.S. an-Nisa’ [4]: 1)
3. Menghindari perbuatan zina
Rasulullah saw. bersabda:
Artinya :
“Wahai para pemuda, siapa diantara kalian yang telah memiliki kemampuan untuk menikah maka hendaklah ia menikah, sebab menikah itu dapat memelihara mata dan mengendalikan kemaluan (nafsu seksual). Barang siapa yang tidak sanggup (menikah) maka hendaklah dia berpuasa karena puasa akan menjadi benteng baginya.” (H.R. al-Bukhari)
4. Mengikuti sunah Rasulullah saw
Rasulullah saw. bersabda :
Artinya :
“Menikah adalah bagian dari sunahku, dan barang siapa tidak suka dengan sunahku, maka ia bukan dari golonganku.” (H.R. Ibnu Majah)
C. Pernikahan yang Tidak Sah
Beberapa pernikahan yang tidak sah dan dilarang oleh Islam sebagai berikut.
1. Pernikahan mut’ah, yaitu pernikahan yang dibatasi oleh jangka waktu tertentu (kontrak)
2. Pernikahan syighar, yaitu pernikahan dengan persyaratan barter tanpa pemberian mahar
3. Pernikahan muhallil, yaitu pernikahan dengan perempuan yang sudah ditalak tiga oleh suaminya dan diharamkan untuk rujuk kembali. Perempuan tersebut dinikahi/dinikahkan dengan laki-laki lain, kemudian bercerai agar halal dinikahi oleh mantan suami sebelumnya.
4. Pernikahan orang yang sedang berihram, yaitu pernikahan orang yang sedang melaksanakan ihram haji atau umrah dan belum memasuki waktu tahallul
5. Pernikahan dalam masa ‘iddah, yaitu seorang laki-laki menikah dengan seorang perempuan yang sedang dalam masa ‘iddah, baik kerena perceraian maupun meninggal dunia.
6. Pernikahan tanpa wali, yaitu pernikahan yang dilakukan seorang laki-laki dengan seorang perempuan tanpa seizin walinya.
7. Pernikahan dengan orang kafir atau nonmuslim selain ahli kitab. Seorang laki-laki muslim tidak boleh menikahi perempuan kafir begitu pula sebaliknya. Hal ini termaktub di dalam Surah al-Baqarah ayat 221
8. Menikahi mahram, baik mahram untuk selamanya (kandung), mahram karena pernikahan, maupun mahram karena persusuan.
D. Hak dan Kewajiban Suami Istri
1. Kewajiban suami terhadap istri
Kewajiban suami terhadap istri, antara lain memelihara dan membimbing keluarga lahir dan batin serta bertanggung jawab atas kesejahteraan keluarganya; memberi nafkah keluarganya sesuai kemampuan yang di usahakannya secara maksimal; bergaul dengan istri dengan cara yang makruf dan memperlakukan keluarganya dengan cara yang baik; serta memberi kebebasan kepada istri dan anak selama tidak melanggar noram dan syariat Islam.
2. Kewajiban istri terhadap suami
kewajiban istri terhadap suami, antar lain menaati printah dan larangan suami yang tidak melanggar norma dan syariat Islam; selalu menjaga harga diri dan kehormatan keluarga; bersikap qanaah dalam menerima nafkah dari suami dan menggunakannya dengan sebaik-baiknya; serta membantu suami untuk mengatur rumah tangga sebaik mungkin.
3. Kewajiban bersama suami istri
Suami istri memiliki kewajiban bersama, antara lain memelihara dan mendidik anak dengan baik; berbuat baik kepada mertua, saudara ipar, dan kerabat lainnya dari pihak suami dan istri; saling membantu antara keduanya; setia dalam hubungan rumah tangga; serta memelihara keutuhannya dengan berusaha melakukan pergaulan secara bijaksana rukun, dan harmonis.
E. Ketentuan Pernikahan Menurut Perundang-undangan Indonesia
Di Indonesia, ketentuan mengenai pernikahan di atur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Perundang-undangan pernikahan di Indonesia bersumber kepada Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 154 Tahun 1991 tentang Pelaksanaan Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1991 Tanggal 10 Juni 1991 mengenai Kompilasi Hukum Islam di Bidang Perkawinan. Dalam rangka tertib hokum dan tertib administrasi, tata cara pelaksanaan pernikahan harus mengikuti prosedur sebagaimana di atur di dalam Peraturan Pemerintah tantang Pelaksanaan Undang-Undang no. 1 Tahun 1974.
F. Hikmah Pernikahan
Sebuah pernikahan memiliki hikmah yang sangat besar untuk keberlangsungan hidup manusia. Hikmah tersebut sebagai berikut.
1. Hubungan antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahram menjadi ikatan yang suci, halal, dan diridhai Allah Swt.
2. Terjaganya kehormatan suami dan istri dari perbuatan zina
3. Mendapat keturunan yang sah dari hasil pernikahan
4. Suami dan istri dapat saling bekerja sama dalam mendidik anaknya
5. Terjalinnya silaturahmi antara dua keluarga besar, baik dari pihak suami maupun istri.
No comments:
Post a Comment
Terimakasih atas kepatuhannya melakukan komentar yang sopan, tidak menyinggung S4R4 dan p0rnografi, serta tidak mengandung link aktif, sp4m, iklan n4rk0ba, senj4t4 ap1, promosi produk, dan hal-hal lainnya yang tidak terkait dengan postingan. Jika ada pelanggaran, maaf jika kami melakukan penghapusan sepihak. Terimakasih dan Salam blogger!