Mengapa Guru Disebut Pahlawan Tanda Jasa? Renungkan Ini!
INIRUMAHPINTAR - Berhubung 25 November 2021 kemarin adalah hari guru, saya tertarik membahas tentang guru. Selama ini, katanya, guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa. Apa sih arti sebenarnya dari gelar pahlawan yang disematkan kepada guru ini. Di sisi lain, menurut KBBI, pahlawan adalah sebutan bagi orang yang memiliki keberanian, rela berkorban, berjuang membela kebenaran, dan menegakkan keadilan. Apakah benar guru telah memenuhi syarat untuk memperoleh gelar pahlawan seperti definisi tersebut? Apakah benar gelar tersebut masih sepadan untuk guru masa kini? Atau jangan-jangan menyimbolkan guru sebagai pahlawan tanpa tanda jasa hanyalah agenda gelap yang kedengarannya wow tetapi justru tidak memihak pada guru dan cita-cita bangsa? Oleh karena itu, topik bahasan ini sepertinya menarik untuk menjadi cuap-cuap edukasi di rubrik artikel opini kali ini.
Guru adalah Pahlawan Tanpa Tanda Jasa
Iya, benar sekali. Guru tidak ubahnya seperti pahlawan kemerdekaan yang mengusir penjajah. Hanya saja, guru berjuang mengusir kebodohan di muka bumi. Mereka rela berkorban, mengajar sepanjang hari, dan mendidik sepenuh hati, bukan untuk mengejar gaji atau kursi, melainkan hanya niat suci mengabdi, mengajar tulis baca, hitung bagi dan kali, serta membangun akhlak mulia bagi anak-anak bumi pertiwi.
Lalu, mengapa guru digelari pahlawan tanpa tanda jasa. Apakah mereka tidak memiliki jasa? tentu tidak. Justru, jasa mereka jauh lebih banyak ketimbang tanda jasa dan penghargaan yang seharusnya mereka peroleh.
Yah, bagi guru PNS dan Swasta yang telah mendapatkan gaji UMR atau lebih, boleh saja digelari pahlawan tanpa tanda jasa. Akan tetapi, sesungguhnya yang lebih pantas mendapatkan gelar kepahlawanan itu adalah guru honorer. Mereka mengabdi layaknya guru PNS, bahkan tidak sedikit yang memiliki pengabdian lebih, tetapi bahkan untuk menanggung sesuap nasi keluarga sekalipun, mereka harus pandai-pandai meluangkan waktu di luar jam mengajar di sekolah.
Hmm....benar-benar pahlawan tanpa tanda saja.
Makna Kontroversi Gelar Pahlawan Tanda Tanda Jasa
Kalau dipikir-pikir, gelar pahlawan bagi guru adalah sesuatu yang luar biasa. Artinya, mereka punya sesuatu yang lebih dari profesi manapun, tanpa merendahkan profesi yang lain tentunya. Namun, apakah gelar tersebut lantas akan dipertahankan oleh bangsa yang kaya ini? Hmm...
Saya sih berharap guru-guru di Indonesia, terutama guru honorer bergaji memilukan diangkat derajatnya oleh pemerintah sebagai pahlawan bertanda jasa.
Mengapa demikian? Peran guru honorer di negeri ini tidak boleh dianggap remeh.
Tanpa kehadiran mereka, berapa banyak anak-anak bangsa ini tidak mendapatkan hak pendidikan yang layak?
Bahkan, jika kita berandai-andai, satu hari saja, guru honorer kita libur mengajar, berapa banyak anak-anak bangsa yang ketinggalan pelajaran berharga hari itu?
Jadi, gelar pahlawan tanpa tanda jasa, menurut sudut pandang "Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia" tidak lagi relevan dengan kehidupan masa kini.
Guru-guru kita seharusnya dinaikkan derajat kesejahteraannya.
Masa bangsa sebesar ini, sekaya ini, memberikan penghargaan kepada pahlawan negerinya dengan kehidupan yang terlunta-lunta.
Andaikan bangsa ini bisa berbicara, ia malu semalu-malunya. Di saat ia sudah merdeka justru tidak mampu memerdekakan para pahlawan-pahlawannya yang masih hidup.
Bagaimana Cara Mengangkat Derajat Guru?
Tidak ada yang sulit jika semua berpikir jernih sebagai patriot karena yang berpikir kerdil hanyalah orang-orang yang bermental penjajah.
Mungkin ada yang berpikir, darimana pemerintah mendapatkan dana untuk menggaji semua guru agar hidup layak?
Sudah saatnya, pemerintah dan wakil rakyat berpihak menyuarakan sesuatu yang sudah sekian lama mereka tidak benar-benar perjuangkan.
Harusnya dahulukan kesejahteraan guru barulah membicarakan naik gaji bagi pemegang kursi kekuasaan dan pemerintah.
Termasuk infrastruktur. Mengapa lebih mengutamakan membangun infrastruktur sana sini daripada membangun kesejahteraan guru-guru bangsa?
Saya paham dan tahu, jalan raya itu penting. Tapi, dahulukan kesejahteraan guru, barulah sisanya digunakan untuk membangun.
Yang dikhawatirkan adalah, uang negara habis, termasuk yang dikumpulkan dari utang hanya untuk membangun sesuatu yang bertahan 5 tahunan, tetapi tidak memaksimalkan pembangunan manusia yang bertahan seumur hidup dan berkelanjutan.
Hasilnya? Pundi-pundi emas makin membukit di tangan para oknum dan elit. Sementara para guru-guru kita, yang kita gelari pahlawan, hidup seadanya, sederhana, dan bahkan tidak sedikit yang melarat.
Belum lagi projek-projek seminar dan pelatihan yang banyak muncul di akhir tahun? Untuk apa itu? Katanya ingin membangun kompetensi guru-guru kita?
Kalau ada duit, kesejahteraan guru harusnya nomor satu. Pelatihan dan seminar nomor dua. Gunakan alokasi dana tersebut untuk menggaji guru honorer. Nanti, jika guru telah disejahterakan, barulah kita buat program lain. Lagipula, guru-guru yang telah sejahtera, tanpa perlu digurui, juga akan bekerja makin fokus, karena tidak perlu lagi nyambi kerja serabutan.
Yang dikhawatirkan, dan telah banyak terjadi, dana habis untuk pelatihan dan seminar, tetap saja tidak ada perubahan signifikan terhadap kualitas guru.
Terus? Harusnya gimana?
Perlu ada keberpihakan. Pemangku kebijakan haruslah turun ke bawah mendengar langsung keluhan dan suara-suara guru kita yang makin senyap karena didiamkan oleh kepentingan oknum-oknum pencari untung.
Alokasi dana yang tidak terlalu prioritas perlu dihilangkan lalu diatur dan ditempatkan pada porsi yang tepat sasaran.
Gaji wakil rakyat misalnya, tidak perlu tinggi-tinggi menjulang tinggi. Malu jika mereka terus minta naik gaji, di kala masih banyak guru-guru kita yang belum hidup layak.
Tunjangan-tunjangan pejabat yang meroket, dana-dana studi banding atau perjalanan kerja ke luar negeri itu diminimalisir atau kalau perlu dihapus saja.
Alokasikan dananya untuk kesejahteraan guru. Dan jika ingin studi banding, tidak perlu ke luar negeri. Cukup kunjungi rumah-rumah pahlawan tanpa tanda jasa kita. Ada banyak ilmu tak bertuan di sana.
Dan lebih bagus lagi, jika semua anak-anak guru diberi beasiswa atau tunjangan dana pendidikan yang memadai.
Negara yang besar adalah yang menghargai pantas para pahlawannya.
Negara yang kecil adalah yang lupa dan menghargai rendah para pahlawannya.
Dan tentu saja Indonesia adalah negara besar. Pertanyaannya adalah kapan pemangku kebijakan negeri ini menunjukkan bukti keberpihakan kepada pahlawan-pahlawan bangsanya?
No comments:
Post a Comment
Terimakasih atas kepatuhannya melakukan komentar yang sopan, tidak menyinggung S4R4 dan p0rnografi, serta tidak mengandung link aktif, sp4m, iklan n4rk0ba, senj4t4 ap1, promosi produk, dan hal-hal lainnya yang tidak terkait dengan postingan. Jika ada pelanggaran, maaf jika kami melakukan penghapusan sepihak. Terimakasih dan Salam blogger!