Ini Alasan Mengapa Sebuah Negara Menjadi Otoriter?
INIRUMAHPINTAR.COM - Menurut kamus KBBI, arti otoriter adalah bersifat sewenang-sewenang atau berkuasa sendiri. Negara yang otoriter berarti negara yang pemerintahannya selalu memaksakan kehendak kepada rakyatnya. Negara otoriter dipimpin oleh seseorang pemimpin yang selalu merasa paling benar meski kebijakannya merugikan rakyatnya. Dan negara otoriter biasanya tidak bisa berjalan maksimal tanpa dukungan pemerintahan yang menganut fasisme, yakni paham golongan esktrem dalam lingkup sebuah negara yang selalu menganjurkan pemerintahan otoriter.
Mengapa Negara Menjadi Otoriter?
Sebuah negara menjadi otoriter tentu ada alasan. tak ada asap jika tak ada api artinya tak ada suatu perubahan besar tanpa ada pemicunya berupa rencana besar. Pastilah semuanya telah terorganisir di bawah kendali suatu organisasi bawah tanah, yang kadang-kadang memiliki cabang-cabang perjuangan meliputi partai-partai, konglomerat, atau oknum penghianat yang pemikirannya telah disusupi asing atau aseng.
Jika organisasi ini telah memiliki kuasa dan mengambil hati rakyat dengan tipuannya, negara demokrasi sekalipun yang telah berjuang mati-matian membangun peradabannya dengan memanusiakan manusia dapat tiba-tiba menjelma menjadi negara otoriter, demi kepentingan kelompoknya.
Tentu saja ada sejumlah alasan yang dapat menjadi alasan mengapa sebuah negara tiba-tiba menjadi otoriter atau berkesan otoriter. Berikut pembahasannya:
1. Menutupi Kegagalannya
Seorang guru yang mengajar di kelas dapat tiba-tiba menjadi otoriter, ketika ia tidak mampu lagi menjalankan tugas dan kewajibannya dengan baik. Ia gagal menghadapi suatu kelas. Ia tidak mampu menghadapi murid-muridnya yang lebih pintar dan memiliki kritik terhadap suatu materi bahasan. Begitulah kira-kira gambaran jika sebuah pemerintahan suatu negara diibaratkan dalam lingkup kecil seperti guru di kelas.
Untuk menutupi kegagalannya mengendalikan kelas, menghadirkan pembelajaran yang efektif dan menyenangkan, seorang guru dapat tiba-tiba menjadi otoriter. Begitupun pemerintah yang gagal mensejahterakan rakyatnya, gagal meningkatkan peradaban bangsanya, gagal menegakkan hukum, gagal menegakkan keadilan, gagal menaikkan derajat rakyatnya, gagal menyediakan lapangan kerja yang cukup, gagal melunasi utang negara.
Intinya ia gagal dan terbukti tak mampu memangku kursi kekuasaan dan pemerintahan. Lalu, bersembunyi dengan pencitraan melalui media-media nasional yang ia bisa kendalikan, berlindung di balik kekuatan hukum yang ia mainkan, dan menghapus jejak-jejak kritik dari siapapun yang berupaya memperbaikinya.
2. Tamak Kekuasaan
Uang adalah segalanya, kekuasaan adalah kuncinya. Mungkin peribahasa inilah yang terngiang-ngiang di kepala pemerintah yang otoriter. Meski ia punya pilihan lain sebenarnya untuk mensejahterakan rakyat, ia lebih memilih untuk menggunakan kekuasaan aji mumpungnya untuk meraup untung sebanyak-banyaknya dari rakyat melalui program-program yang kelihatannya untuk rakyat tapi justru dimanfaatkan untuk kepentingan pemerintah otoriter dan konco-konconya. Pajak dinaikkan, harga BBM dilambungkan, tarif listrik dan tagihan-tagihan seperti internet, BPJS, dan potongan-potongan bantuan yang seharusnya non-pajak dimaksimalkan demi mengumpulkan pundi-pundi yang menguntungkan dirinya sendiri.
Dana rakyat yang bakal digunakan untuk wakaf, haji, umrah, dan sumbangan untuk kepentingan lawan politinya diambil-alih untuk program-program pemerintah yang dikesankan buzzer-buzzernya sebagai program pro-rakyat tetapi sebenarnya hanya pencitraan.
Yang terparah adalah pembiaran terhadap konco-konconya yang korupsi program-program pemerintah, bahkan di masa wabah menghadang dan pencarian kesalahan-kesalahan bagi siapapun yang oposisi, meski hanya mengingatkan bukan menjatuhkan sebenarnya lalu menjebloskan mereka ke penjara. Parahnya, perlakuan hukum terhadap buzzer-buzzer di belakangnya seakan sulit disentuh hukum meski telah melakukan pelanggaran yang jelas dan jauh lebih berat.
3. Budak Asing
Penyebab suatu pemerintah menjadi otoriter selanjutnya adalah karena ia telah menjadi budak asing. Ia telah kehilangan nasionalisme dan kecintaan terhadap tanah airnya sehingga dengan mudah harga dirinya terbeli dengan harga sangat murah hanya demi memuluskan kepentingan asing di negaranya sendiri dengan imbalan keuntungan berlipat ganda terhadap kaumnya semata. Meski rakyatnya menjadi korban dan kehilangan banyak harapan untuk meraih kemakmuran.
Ia tidak lebih dari sekadar bidak catur yang bisa dikendalikan. Ia tidak punya kekuatan tawar. Bahkan untuk bernegoisasi dan berkomunikasi saja dengan rakyat ataupun negara lain, pemerintah otoriter akan menjadi planga-plongo jika tak menghafal konsep terlebih dahulu.
Dan yang terparah adalah karena ke-otoriteran-nya, ia menjadi keras kepala. Tak ingin mundur, padahal sudah tidak sanggup menjadi pemimpin tertinggi, kepala negara, atau apapun namanya.
Ia hanya akan terus menjadi boneka para pembisik dan tuannya hingga masa pemerintahan usai, sambil terus-terusan menambah kerusakan pada negara dan bersembunyi di balik pencitraan palsu.
Bagaimana Rakyat Menyikapi Pemerintah Otoriter?
Pemerintah otoriter telah kehilangan muka di hadapan rakyatnya. Andai tanpa pengawalan ketat, ia tidak akan benar-benar aman berjalan di tengah kerumunan rakyatnya. Dan pastinya ia takut melakukan itu. Kalaupun ada momen ia dikerumuni rakyat, itu hanyalah sekadar drama dan settingan, untuk tujuan publikasi ke media sebagai bahan pencitraan.
Pemerintah otoriter tak punya karya selain hanya menambah beban rakyat sehingga tak ada yang menyukainya. Ia selalu memaksakan kehendak untuk menjalankan setiap programnya meski tidak jelas tujuannya untuk rakyat. Demi pundi-pundi kelompoknya, rakyat dipaksa untuk ini-itu tanpa pernah mendengarkan keluhan rakyat. Lalu, dengan kekuatan militer dan payung hukum yang dikuasainya, rakyat benar-benar dibuat tak berdaya untuk melakukan program pemerintah meski tak sejalan dengan hati nurani.
Bagaimana Akhir Pemerintah Otoriter?
Pemerintah otoriter akan berakhir sangat mengenaskan. Ia akan selalu dikenang sejarah sebagai pemerintahan yang buruk. Siapapun yang terlibat di dalamnya akan dikecam oleh rakyat. Ia tidak akan benar-benar aman berada di luar kolamnya sendiri.
Contoh pemerintah otoriter telah pernah tercatat oleh sejarah, yakni kisah Fir'aun. Ia berakhir dengan kisah yang mengerikan, mati ditelan lautan bersama prajurit-prajuritnya. Meski ia punya kekuatan yang besar, tidak ada artinya dan apa-apanya di hadapan Tuhan, sang pemilik alam semesta.
Pemerintah otoriter selalu punya rencana untuk terus menerus berkuasa. Tapi ia lupa, jika sebaik-baiknya rencananya, Tuhanlah sebaik-baiknya perencana. Kemungkaran dan pembiaran kemungkaran pemerintah otoriter akan punya masa untuk terkubur, cepat atau lambat.
Dan di hari kemudian, para pemimpin yang zalim akan benar-benar merasakan siksaan yang sangat sangat sangat berat. Maka, sungguh beruntunglah pemimpin yang menjauhi sifat otoriter meski hidup dalam kesederhanaan. Dari segi materi ia mungkin berkecukupan, tapi ia sebenarnya kaya, karena ia dicintai seluruh rakyatnya.
Menurut kalian, negeri kita Indonesia saat ini sudah memiliki pemimpin yang ideal atau otoriter? Silahkan jawab sendiri dan jangan lupa sempatkan berdoa untuk kebaikan negara kita!
No comments:
Post a Comment
Terimakasih atas kepatuhannya melakukan komentar yang sopan, tidak menyinggung S4R4 dan p0rnografi, serta tidak mengandung link aktif, sp4m, iklan n4rk0ba, senj4t4 ap1, promosi produk, dan hal-hal lainnya yang tidak terkait dengan postingan. Jika ada pelanggaran, maaf jika kami melakukan penghapusan sepihak. Terimakasih dan Salam blogger!