INIRUMAHPINTAR - Orang tua atau guru memiliki kewajiban mendidik anak-anak mereka dengan baik. Hanya saja, terkadang cara mendidik yang diterapkan oleh orang tua atau guru tidak tepat sehingga menimbulkan akibat-akibat negatif yang menyengsarakan diri anak-anak.
Walaupun marah adalah hal naluriah atau alami yang dimiliki setiap manusia di dunia, itu tidaklah pantas dilakukan oleh orang tua atau guru terhadap anak-anak mereka. Mengapa? Berikut ini adalah beberapa hal yang patut kita renungkan!
Setiap kemarahan yang diterima anak akan merusak mental dan proses berpikirnya. Marah memang tidak menimbulkan bekas luka di tubuh anak, tetapi marah sesungguhnya adalah bagian dari bentuk kekerasan mental, yang tak terlihat tetapi menimbulkan luka-luka saraf yang berbahaya.
Orang tua atau guru pun tidak seharusnya bangga jika berhasil membuat anak-anak mereka takut dan tunduk. Suatu saat, ketika tidak tahan lagi, anak-anak itu akan berontak dengan caranya sendiri. Jangan heran, jika ada anak yang tiba-tiba nakal, suka keluyuran, atau menjadi pribadi yang sangat sangat tertutup dan sensitif.
Ketika seorang guru yang sedang menerangkan di kelas misalnya, dan di waktu bersamaan salah seorang siswanya tidak memperhatikan atau main-main. Apa yang guru tersebut harus lakukan? Yang memilih untuk memarahi si anak, jangan bermimpi bisa membuat si anak lebih memahami pelajaran dengan baik. Mungkin saja si anak akan diam dan kelihatannya memperhatikan, tetapi pikirannya terganggu dari dalam.
Begitupun para orang tua, ketika anak-anak Anda melakukan kesalahan, nasehatilah dengan kata-kata yang lembut. Jangan menggunakan nada-nada tinggi, ekspresi marah yang menakutkan, apalagi membumbuinya dengan kata-kata hardikan yang tidak sopan. Mungkin bagi Anda, memarahi anak adalah bagian dari mendidik agar anak dapat lebih baik. Jika Anda berpikir demikian, maka silahkan ubah pola pikir tersebut sesegera mungkin.
Memarahi anak justru melukai hati anak Anda sendiri. Mungkin saja anak Anda tiba-tiba menjadi penurut tetapi menyisakan luka di hati buah hati Anda tidaklah baik. Coba renungkan sendiri! mampukah seorang anak yang hatinya terluka bisa berubah lebih baik?
Bukankah masih ada cara mendidik, menegur, atau menasehati yang lebih bijak?
Ketika anak melakukan satu kesalahan, orang tua pun biasanya memilih jalan pintas yakni dengan memarahinya. Ketika anak mekukan kesalahan lagi, orang tua memarahinya lagi. Hingga sang anak melakukan kesalahan untuk ketiga kalinya, orang tua menaikkan level kemarahannya. Begitulah seterusnya.
Sebagian anak tiba-tiba berubah dan menjadi penurut, sebagiannya lagi malah berbuat ulah yang lebih menjadi-jadi. Hanya saja, apapun hasilnya, ada dampak tak terlihat. Anak-anak menjadi pendendam. Semakin sering dimarahi, semakin tinggi level pendendam sang anak. Akibatnya, di puncak rasa dendam yang dimilikinya, anak akan menjadi lebih sulit terkontrol, meski sebagian anak bisa melewati proses ini dengan aman, karena memiliki kekuatan spiritual yang seimbang.
Namun, tetap saja, hindari memarahi anak. Didiklah dengan nasehat-nasehat yang santun dan bijaksana. Marah tidaklah menyelesaikan masalah, marah akan membuat anak menjadi pendendam dan memiliki emosi yang tidak stabil, yang pada puncaknya akan mengembalikan kemarahan itu kepada orang tuanya sendiri atau orang-orang di sekitarnya dalam bentuk bervariasi.
Walaupun marah adalah hal naluriah atau alami yang dimiliki setiap manusia di dunia, itu tidaklah pantas dilakukan oleh orang tua atau guru terhadap anak-anak mereka. Mengapa? Berikut ini adalah beberapa hal yang patut kita renungkan!
Mendidik dengan Marah adalah Kekerasan Tak Terlihat
Ketika mendapati anak melakukan kesalahan, sudah sewajarnya orang tua atau guru menegur atau menasehati. Namun demikian, karena anak-anak memiliki memori yang masih labil, orang tua atau guru jangan sampai menegur atau menasehati menggunakan kata-kata yang tidak sopan, umpatan-umpatan negatif, atau ungkapan-ungkapan kemarahan lainnya. Mengapa?Setiap kemarahan yang diterima anak akan merusak mental dan proses berpikirnya. Marah memang tidak menimbulkan bekas luka di tubuh anak, tetapi marah sesungguhnya adalah bagian dari bentuk kekerasan mental, yang tak terlihat tetapi menimbulkan luka-luka saraf yang berbahaya.
Mendidik dengan Marah Menciptakan Generasi Penakut
Memarahi anak bukanlah nilai-nilai mendidik yang baik. Orang tua atau guru jangan sampai melakukan ini ketika mendidik anak-anak mereka. Jika tetap dilakukan, apalagi sampai berulang-ulang, jangan heran jika anak menjadi pribadi yang penakut. Mereka takut berbuat atau mengungkapkan sesuatu karena khawatir akan dimarahi. Bahkan tidak sedikit kemudian menghasilkan anak-anak yang menutup diri dari lingkungan sosial. Mereka tertekan dan bahkan kaku dalam bergaul.Orang tua atau guru pun tidak seharusnya bangga jika berhasil membuat anak-anak mereka takut dan tunduk. Suatu saat, ketika tidak tahan lagi, anak-anak itu akan berontak dengan caranya sendiri. Jangan heran, jika ada anak yang tiba-tiba nakal, suka keluyuran, atau menjadi pribadi yang sangat sangat tertutup dan sensitif.
Mendidik dengan Marah Tidak Mengubah Apapun
Ketika seorang anak melakukan kesalahan, apakah dengan memarahinya ia akan berubah dan tidak mengulanginya lagi? Tidak ada jaminan. Bahkan justru membuatnya ingin melakukan kesalahan-kesalahan itu lagi dan lagi.Ketika seorang guru yang sedang menerangkan di kelas misalnya, dan di waktu bersamaan salah seorang siswanya tidak memperhatikan atau main-main. Apa yang guru tersebut harus lakukan? Yang memilih untuk memarahi si anak, jangan bermimpi bisa membuat si anak lebih memahami pelajaran dengan baik. Mungkin saja si anak akan diam dan kelihatannya memperhatikan, tetapi pikirannya terganggu dari dalam.
Begitupun para orang tua, ketika anak-anak Anda melakukan kesalahan, nasehatilah dengan kata-kata yang lembut. Jangan menggunakan nada-nada tinggi, ekspresi marah yang menakutkan, apalagi membumbuinya dengan kata-kata hardikan yang tidak sopan. Mungkin bagi Anda, memarahi anak adalah bagian dari mendidik agar anak dapat lebih baik. Jika Anda berpikir demikian, maka silahkan ubah pola pikir tersebut sesegera mungkin.
Memarahi anak justru melukai hati anak Anda sendiri. Mungkin saja anak Anda tiba-tiba menjadi penurut tetapi menyisakan luka di hati buah hati Anda tidaklah baik. Coba renungkan sendiri! mampukah seorang anak yang hatinya terluka bisa berubah lebih baik?
Bukankah masih ada cara mendidik, menegur, atau menasehati yang lebih bijak?
Mendidik dengan Marah Menghasilkan Generasi Pendendam
Semua orang tua dan guru ingin anak-anaknya menjadi generasi yang baik. Seorang ayah yang perokok misalnya tidak ingin anaknya menjadi perokok. Begitupun orang tua yang malas bangun bagi, tidak ingin menjadikan anaknya menjadi generasi pemalas.Ketika anak melakukan satu kesalahan, orang tua pun biasanya memilih jalan pintas yakni dengan memarahinya. Ketika anak mekukan kesalahan lagi, orang tua memarahinya lagi. Hingga sang anak melakukan kesalahan untuk ketiga kalinya, orang tua menaikkan level kemarahannya. Begitulah seterusnya.
Sebagian anak tiba-tiba berubah dan menjadi penurut, sebagiannya lagi malah berbuat ulah yang lebih menjadi-jadi. Hanya saja, apapun hasilnya, ada dampak tak terlihat. Anak-anak menjadi pendendam. Semakin sering dimarahi, semakin tinggi level pendendam sang anak. Akibatnya, di puncak rasa dendam yang dimilikinya, anak akan menjadi lebih sulit terkontrol, meski sebagian anak bisa melewati proses ini dengan aman, karena memiliki kekuatan spiritual yang seimbang.
Namun, tetap saja, hindari memarahi anak. Didiklah dengan nasehat-nasehat yang santun dan bijaksana. Marah tidaklah menyelesaikan masalah, marah akan membuat anak menjadi pendendam dan memiliki emosi yang tidak stabil, yang pada puncaknya akan mengembalikan kemarahan itu kepada orang tuanya sendiri atau orang-orang di sekitarnya dalam bentuk bervariasi.
Jika Anda menemukan Anak Anda memiliki jiwa pendendam, coba refleksi diri, sudah berapa kali dan seberapa sering Anda memarahi Anak Anda, jangan sampai Anda sendiri yang menciptakan jiwa pendendam dalam diri Anak Anda.
Mendidik dengan Marah Mengajarkan Kemarahan
Di masa depan, anak-anak yang dididik dengan kemarahan sangat berpeluang menjadi orang tua yang akan mendidik dengan kemarahan. Bagaimana tidak, sepanjang hidupnya ia selalu mendapati kemarahan ketika berbuat salah. Jadi, ketika anak-anaknya kelak juga melakukan kesalahan, mereka pun juga akan melakukan reaksi yang sama, seperti yang diajarkan secara tidak langsung oleh orang tua mereka terdahulu.
Termasuk seorang siswa yang dididik oleh guru pemarah, kelak ketika ia menjadi guru atau bekerja di sebuah instansi sangat berpeluang akan menjadi pribadi yang pemarah, meski tidak semua, bergantung faktor spiritual masing-masing.
Renungan Penutup
Mendidik dengan marah mungkin saja berhasil, tetapi tetap saja menimbulkan luka dalam hati anak. Dan itu bukanlah tujuan mendidik yang sesungguhnya. Para orang tua perlu belajar, menemukan metode-metode mendidik yang lebih baik.
Cara mutakhir yang paling efektif dan efisien adalah memperbanyak dialog dengan anak, menasehati dengan memberikan teladan, dan menginspirasi dengan cerita-cerita yang masuk akal.
Berhati-hatilah dalam mendidik anak, terutama generasi-generasi X masa kini. Dulu, mendidik dengan marah bisa jadi berhasil karena pada masa itu para siswa berasal dari kalangan-kalangan penurut dan penakut - terhubung dengan rasa takut dari sisa-sisa penjajahan dan juga belum terpengaruh dunia peradaban luar. Kini, anak-anak lebih luas dalam menjangkau dunia karena adanya teknologi. Untuk itu, mendidiknya pun mesti dengan cara-cara yang lebih kreatif dan bijak.
Maka dari itu, baiknya orang tua atau guru menemukan cara mendidik yang lebih bijak, sehingga mereka disegani dan dihargai bukan ditakuti. Rasa segan menghasilkan penghargaan abadi sementara rasa takut hanya menimbulkan penghormatan palsu. Semoga kita menjadi orang tua dan guru-guru yang terbaik untuk anak-anak kita!
No comments:
Post a Comment
Terimakasih atas kepatuhannya melakukan komentar yang sopan, tidak menyinggung S4R4 dan p0rnografi, serta tidak mengandung link aktif, sp4m, iklan n4rk0ba, senj4t4 ap1, promosi produk, dan hal-hal lainnya yang tidak terkait dengan postingan. Jika ada pelanggaran, maaf jika kami melakukan penghapusan sepihak. Terimakasih dan Salam blogger!