Pengertian, Perbedaan Lakon Teater Rakyat dan Teater Istana - INIRUMAHPINTAR.com
Beranda · Sekolah · Kuliah · Sastra · Motivasi · Artikel Opini · Ulas Berita · English Corner · Ragam · Info · Forum Tanya Jawab Matematika · Jasa Pasang Iklan Murah

Pengertian, Perbedaan Lakon Teater Rakyat dan Teater Istana

INIRUMAHPINTAR - Jelaskan pengertian Lakon dan sebutkan perbedaan Teater Rakyat dan Teater Istana? Sebelum membahasnya lebih lengkap, mari kita pahami dulu pengertian/definisi lakon berdasarkan asal katanya. Kata lakon sama halnya dengan istilah ‘ngalalakon-boga lalakon’  (dalam, Bahasa Sunda), atau ‘lelakon’  (dalam, Bahasa Jawa) artinya melakukan, melakoni peran atau memerankan tokoh cerita dengan  berkata-kata (verbal) atau tanpa berkata-kata (non verbal) di atas pentas.

Kedudukan lakon dalam pementasan teater merupakan nyawa, nafas atau ruh dalam menjalin hubungan atau membangun struktur atau susunan cerita melalui peran atau penokohan yang dibawakan seorang atau pemeran.

Lakon dalam pemetasan teater merupakan hasil karya kolektif masyarakat, seniman atau sastrawan yang diwujudkan dalam bentuk naskah lakon baik dengan cara ditulis maupun tidak tertulis (leluri).

Lakon dari sudut pandang seniman atau kreator seni teater adalah bahan baku atau sumber ide, gagasan dalam menyampaikan pesan estetis (bentuk/wujud pementasan) dan pesan moral (makna kehidupan) melalui kreativitas pementasan seni teater.

Lakon dalam pementasan teater tradisional (teater rakyat dan teater istana) di kita (baca, Indonesia), memiliki ciri tidak menggunakan naskah tertulis bersifat baku sebagaimana lakon pada teater non tradisional.

Lakon dalam pementasan teater merupakan pelengkap pokok dari keseluruhan bentuk penyajian keseniannya. Hamid, (1976:31) mengungkapkan bahwa "Lakon atau cerita ini biasanya tanpa naskah tertulis sedang dialog berkembang (mekar) secara spontan. Kadang jalan cerita lakon berkembang dalam pementasannya sendiri. Artinya tanpa penaskahan, hanya alur dan  karakter tokoh lakon yang ditentukan lebih dulu kepada para pemainnya".

Lebih lanjut menurut Sembung, (1992:26) umumnya cerita-cerita berasal dari cerita-cerita rakyat yang berbau sejarah. Sebagai manifestasi kehidupan mereka sehari-hari. Temanya berkisar pada kehidupan rumah tangga, kriminalitas, kekejaman, dan kemalangan, serta kelakuan-kelakuan yang tidak dapat diterima oleh masyarakat.

Adakalanya lakon teater mengambil dari kejadian tahun 1918 di Belendung ketika membuat induk irigasi Walahar. Contoh-contoh lakon dalam Topeng Banjet dapat dilihat dalam berbagai topik.

Contoh topik kriminalitas adalah cerita tentang Si Ridon, seorang jawara yang suka memamerkan kejawaraannya dan suka memeras orang lain, tetapi akhirnya ia terbunuh karena ulahnya sendiri melalui tangan teman seperguruannya yang bernama Camang.

Dengan demikian  bahwa cerita-cerita teater rakyat dapat digolongkan pada cerita melodramatik ataupun cerita komikal, peristiwa-peristiwanya disusun untuk menghasilkan premis yang bertujuan membangkitkan kesadaran ide atau moral yang dapat dipakai baik dalam rumah tangga, maupun dalam kehidupan bermasyarakat secara baik.

Contoh premis yang biasa terdapat pada cerita Topeng Banjet adalah: a) Kegegabahan dalam bertindak akan menimbulkan penderitaan. b) Yang jahat akhirnya menemui nasib yang mengenaskan.

Naskah lakon pada teater tradisional dituangkan dalam bentuk  bedrip atau  bagal cerita atau lakon bersifat garis besar dari adegan lakon yang akan di pentaskan. Lakon bersumber dari kisah-kisah roman, kisah 1001 malam (desik), kisah gambaran kehidupan sehari-hari, sejarah, legenda, babad, epos, dst. yang mengakar, tumbuh dan berkembang di tengah masyarakat pemiliknya.

Sumber-sumber cerita atau naskah lakon dapat kamu  peroleh melalui: cerita-cerita fiksi, cerita sejarah, cerita–cerita daerah Nusantara atau cerita daerah setempat lebih khususnya.

Sumber lakon teater remaja dengan sarat nilai pendidikan terdapat pada; kisah 1001 malam (Lampu Aladin, Ratu Balqis, Sang Penyamun, dst..), legenda (Sangkuriang, Sangmanarah, Lutungkasarung, Si Pahit Lidah, Batu Menangis, dst..), sejarah (Pangeran Borosngora, Pangeran Gesan Ulun, Pangeran Kornel, Wali Songo, dst.), Babad ( Babad Tanah Jawa, Babad Tanah Sunda, Babad Kacirebonan, Babad Tanah Leluhur,dst.), Hikayat (Raja-raja,Kasultan, Panji Semirang. Calanarang, Umar Amir, dst.), dan Epos (Mahabarata dan Ramayana).

Selanjutnya, untuk contoh lakon teater tradisional lainnya dapat kamu tanya pada grup atau kelompok seni teater yang masih bertahan atau cari beberapa sumber melalui media. Pada hakekatnya lakon teater adalah tentang kehidupan. Artinya, nilai-nilai kehidupan menjadi sumber ide dan gagasan dalam penyusunan atau penulisan lakon atau cerita.

Di dalam lakon  atau kisah pada intinya selalu mengandung unsur konflik. Karena dengan adanya konflik berupa pertentangan yang alami pelaku, pemain atau tokoh di dalam cerita akan mengalir dan berkembang.

Konflik cerita dalam lakon dapat dibangun dengan terjadinya  pertentangan tokoh utama (protagonis) dan tokoh lawan (antagonis) atau bisa terjadinya tokoh utama dengan dirinya sendiri (intern conflict), seperti memilih keyakinan atau kejiwaan yang dihadapi.

Konflik cerita pun dapat terjadi apabila tokoh utama mengalami pertentangan dengan lingkungan (extern conflict), yakni merubah suatu kebiasaan atau masyarakat adat yang dapat menimbulkan musibah, wabah, seperti  penyakit, banjir, dan bencana lain yang ditimbulkan akibat pengaruh alam dan lingkungan masyarakat.

Apabila lakon dihadirkan atau dibuat dengan tidak memperhatikan kaidah  dan hakekat dramatic yakni mengesampingkan konflik, maka cerita akan terasa monoton atau datar dan membosankan. Apabila terjadi, hal ini merupakan kesalahan awal yang fatal bagi penggarap dan pasti tidak akan berhasil menciptakan tontonan yang baik dan bermutu.

Jadi berpandai- pandailah memilih lakon  atau kisah yang dapat mendorong cerita berkembang dalam laku dramatic dan struktur lakon  yang tersusun serta memuncak.

Konflik cerita dapat dibangun dengan menghadirkan beberapa pola, diantaranya ; pola perubahan, pola kejayaan dan keruntuhan, pola kekalahan dan kemenangan, pola penderitaan dan kebahagian, pola penindasan dan kemerdekaan dan lainnya yang dialami tokoh utama dalam menggulirkan kisah  atau cerita yang berujung apakah  happy ending  atau tragis kematian.

Konflik cerita pun dapat juga dibangun dengan menghadirkan tiga unsur utama : Poima (itikad tokoh utama), Mathema (adanya hambatan tokoh lain  atau sumber lain) dan Pathema (dampak atau hasil kemenangan  atau tragis).

Lakon yang baik sebaiknya mempertimbangkan beberapa hal yakni: kejelian memilih lakon sesuai perkembangan dan usia peserta didik, memiliki daya tarik (pikat) tematik, mempunyai waktu yang cukup dalam menyiapkan materi pementasan, lakon yang dibawakan menjadi sarana dan wahana pendidikan dalam berbagi pengalaman positif secara kolektif .

Perbedaan Ciri-Ciri Lakon Teater Rakyat dan Teater Istana

Lakon Teater Rakyat

1. Tidak ada naskah baku, lakon disampaikan dalam bentuk bagal, bedrip atau garis besar cerita saja bersumber cerita daerah setempat,

2. Tidak ada naskah baku, lakon disampaikan dalam bentuk bagal, bedrip atau garis besar cerita saja bersumber cerita daerah setempat,

3. Lakon sebagai unsur cerita, bersumber dari kisah-kisah roman dan drama kehidupan dengan topik kriminal, sejarah, dan kisah yang tidak biasa dalam kehidupan

4. Bentuk lakon cenderung bersifat komedi dan melodrama Yakni, lakon yang diangkat lebih mengutakan unsur
hiburan sekaligus memberikan gambaran pesan lakon yang bersifat sederhana sesuai kebiasaan hidup masyarakat pendukungnya.

5. Unsur-unsur lakon di dalamnya cenderung bersifat sederhana, tidak rumit, mudah dicerna dan memiliki keakraban cerita dengan masyarakat pendukungnya.

6. Bahasa yang digunakan dalam menyampaikan pesan cerita atau lakon cenderung menggunakana bahasa daerah yang  tidak  terikat dan cenderung menggunakan bahasa keseharian; lugas, dan bebas.

Lakon Teater Rakyat

1. Lakon bersumber cerita ramayana, mahabarata dan cerita panji (hikayat kebesaran raja-raja).

2. Lakon  lebih mengedepankan keindahan seni yang matang dan mapan. Oleh karenanya, seni istana disebut seni adiluhung yang mapan (isi seni dan nilai seni) dan  mengusung fungsi terkait kebesaran raja, upacara khusus. Oleh karena tidak heran bahwa kecenderung lakon dalam pementasan teater tradisional istana unsur-unsur seni didalamnya bersifat baku dan terorganisir dengan baik.

3. Lakon sebagai unsur cerita, bersumber dari kisah; Babad (cerita silsilah tanah leluhur), Hikayat (cerita panji), dan Epos (mahabarata dan ramayana).

4. Bentuk lakon cenderung bersifat tragedi, yakni peristiwa yang mengangkat kisah-kisah perjuangan para leluhur dan orang-orang yang memiliki kharisma dan ketuladan.

5. Unsur-unsur lakon di dalamnya cenderung bersifat baku, rumit, dan memiliki estetika tinggi. Karena dirancang oleh para empu yang memiliki keahlian di bidangnya.

6. Bahasa yang digunakan dalam menyampaikan pesan cerita atau lakon cenderung menggunakan bahasa daerah yang ketat atau menggunakan bahasa dengan idiom-idiom bahasa yang benar sesuai kebutuhannya.

Jenis dan Bentuk Lakon

1. Jenis Lakon 

Lakon dibangun oleh peristiwa di dalam adegan. Adegan  merupakan bagian dari babak yang ditandai dengan keluar masuknya tokoh, perupaan atau musik di dalam seni pementasan. Dengan demikian dalam satu babak bisa terjadi lebih dari satu adegan. Babak itu sendiri adalah susunan dari beberapa adegan yang ditandai dengan terjadinya pergantian setting (tempat, waktu dan kejadian peristiwa) dalam sebuah peristiwa kejadian.

Berdasarkan jumlah babak, lakon dapat dibedakan menjadi dua jenis yakni  lakon pendek dan lakon panjang. Lakon pendek biasanya, lakon terdiri dari satu babak dengan beberapa peristiwa adegan di dalamnya. Lakon panjang dapat dipentaskan mencapai tiga sampai lima babak  dengan  beberapa adegan didalamnya.

Panjang pendeknya lakon sangat tergantung pada muatan isi  atau tematik yang disampaikan. Apakah bersifat naratif (paparan kronologis, sejarah atau biografi) dengan waktu, kejadian dan peristiwa lebih dari satu tempat (setting cerita), sehingga alur cerita pun cukup rumit tidak sederhana dan memakan waktu, antara 90 – 120 menit atau lakon pendek hanya menghabiskan waktu 45 – 60 menit.

Pada kenyataannya proses kreatif yang dilakukan seorang seniman Teater dalam menginterpretasi lakon, tidak selamanya ketergantungan pada banyak tidaknya babak. Tetapi yang paling penting esensi cerita dapat sampai atau tidak kepada pembaca dengan melakukan proses editing lakon. Sebaliknya dengan lakon yang pendek dapat berkembang menjadi pementasan yang panjang dan memikat.

2. Bentuk Lakon 

Bentuk-bentuk lakon di dalam seni teater dan seni drama pada dasarnya sama, yakni lakon; tragedi, komedi, tragedi komedi dan melodrama. Lakon berbentuk tragedi, biasanya mengandung unsur sejarah perjuangan, memiliki pola penceritaan kejayaan dan keruntuhan dan ciri-ciri lain bahwa peran utama mengalami irama tragis; poima (itikad peran utama), mathema (peran utama mengalami hambatan), pathema  (klimaks peran utama) berujung tragis, yakni mengalami kecacatan (fisik – psikis) atau kematian. Beberapa contoh bentuk lakon tragedi; Si Ridon Jago Karawang, Janur Kuning, Tragedi Marsinah, Tragedi Jaket Kuning, Bandung Lautan Api,dan lain-lain.

Bentuk lakon komedi, biasanya pola penceritaaan diulang-ulang, menjadi bahan tertawaan, menghibur orang lain, penuh dengan  satir (sindiran-sindiran) dan berujung peran utama mengalami kebahagian atau tragis akibat perbuatan dirinya sendiri. Contohnya; Si Kabayan, Karnadi Bandar Bangkong, Warkop Dono Indro Kasino, dan lain-lain. Lakon tragedi komedi, bahwa peran utama mengalami  atau menjadi bahan tertawaan orang lain berujung dengan tragis atau mengalami penderitaan atau kematian. Contohnya lakon; Si Pitung Jago Betawi, Samson Betawi, Mat Peci, Robin Hood, dan lain-lain. Lakon melodrama, biasanya mengangkat tema-tema keluarga, percintaan atau kisah-kisah dua sejoli yang berjuang dalam memadu kasih, berujung dengan kebahagian  atau happy ending. Contohnya; Romi dan Juli, Gita Cinta dari SMA, Si Doel Anak Sekolahan, dan lain-lain.

Setelah kamu belajar tentang ragam jenis dan bentuk lakon, jawablah beberapa pertanyaan di bawah ini!

1. Apa yang dimaksud dengan bentuk lakon?
2. Apa perbedaan teater tradisional rakyat dan teater tradisional istana ditinjau dari sudut pandang bentuk lakon?

Demikianlah pembahasan tentang Pengertian, Perbedaan Lakon Teater Rakyat dan Teater Istana, Jenis dan Bentuk Lakon. Semoga bermanfaat!

No comments:

Post a Comment

Terimakasih atas kepatuhannya melakukan komentar yang sopan, tidak menyinggung S4R4 dan p0rnografi, serta tidak mengandung link aktif, sp4m, iklan n4rk0ba, senj4t4 ap1, promosi produk, dan hal-hal lainnya yang tidak terkait dengan postingan. Jika ada pelanggaran, maaf jika kami melakukan penghapusan sepihak. Terimakasih dan Salam blogger!