Puisi Kebangsaan: Tinta Merdeka | Suara Rakyat Terlupa - INIRUMAHPINTAR.com
Beranda · Sekolah · Kuliah · Sastra · Motivasi · Artikel Opini · Ulas Berita · English Corner · Ragam · Info · Forum Tanya Jawab Matematika · Jasa Pasang Iklan Murah

Puisi Kebangsaan: Tinta Merdeka | Suara Rakyat Terlupa

INIRUMAHPINTAR - Merdeka adalah simbol kebebasan yang dimiliki bangsa Indonesia sejak 17 Agustus 1945. Dalam puisi kebangsaan yang berjudul "Tinta Merdeka" kali ini, saya kembali mengajak para generasi NKRI untuk mengenang sekaligus merenungi makna merdeka. Apalagi bulan ini adalah momentum bersejarah. 17 Agustus 2017 adalah pertanda, sudah tujuh puluh dua tahun merdeka (seharusnya). Sudahkah kita benar-benar merdeka? Mari kita selami kedalaman makna puisi kebangsaan berikut ini:

Tinta Merdeka

karya: Ahn Ryuzaki

Tinta Merdeka pertama kali bersorak di tahun Empat Lima,
Atas nama rakyat, Soekarno Hatta mengenalkan kepada dunia,
Sebuah bangsa bergelar nusantara terbebas penjajah dan derita,
Kembali berjaya meneruskan titah kebanggaan Majapahit dan Sriwijaya.

Tinta Merdeka kemudian menjelma menjadi sebuah ikatan saudara,
Simbol keberagaman suku bangsa bertajuk Bhinneka Tunggal Ika,
Berlambang burung Garuda, kokoh tiada tara bernama Pancasila,
Itulah bukti mufakat para penggagas Bangsa yang kini telah tiada.

Tinta Merdeka kemudian menetes dari kota hingga ke pelosok desa,
Merajut amanah dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat semuanya,
Mata alam semesta pun terpana, bumi alam raya mekar bagai taman surga,
Sungguh memikat dan membuat para makhluk jatuh cinta terhadap Indonesia,

Tinta Merdeka tidak bergeming dan terus menuliskan asa di setiap masa,
Meski telah nampak di pelupuk mata berbagai daya upaya mengancam kehormatannya,
Mereka muncul di mana-mana dengan wajah rupa-rupa, begitu tampan, cantik jelita,
Mengaku kawan, saudara, keluarga, sebangsa, beserta janji-janji upeti yang mempesona.

Tinta Merdeka pun goyah di atas singgasana, 
Tulisan kata-kata Proklamasi-nya sulit terbaca,
Kalimat-kalimat keadilannya tampak susah menjadi nyata,
Paragraf-paragraf kemakmurannya seakan mustahil menjadi fakta.

Tinta Merdeka kemudian benar-benar tertimpa bencana,
Silih berganti anak-anak nakalnya berbuat ulah sambil tertawa,
Begitu mudah terkecoh buaian dan bisikan serigala berbulu domba,
Begitu mudah menggadaikan negerinya kepada tangan-tangan buaya,

Tinta Merdeka lalu menjadi retak dan jatuh tertimpa tangga,
Hutannya gundul terserang paru-paru basah dan asap berhama,
Terus-menerus tercemari narkoba,  isu-isu hoaks dan propaganda,
Ditambah lagi para kaum berdasi yang tidak malu mencuri dari bangsanya,

Tinta Merdeka, di usiamu yang ke-tujuh puluh dua,
Ingin rasanya diriku meneriakkanmu dengan bangga,
Merdeka...Merdeka...Merdeka...
Tetapi...aku malu kepada burung gereja.

Mereka bebas mengudara tanpa mengutang kepada tetangga,
Mereka bebas bersarang tanpa membayar pajak kepada penguasa,
Mereka bebas makan tanpa korupsi dan terkotori narkoba,
Mereka bebas melenggang tanpa adu domba dan saling hina.

Tinta Merdeka, andai engkau bisa berbicara,
Tolong ceritakan kepadaku arti merdeka sebenarnya?
Atau bantulah aku menyingkirkan parasit, mafia dan racun-racun perusak bangsa,
Karena aku dan anak-anak negerimu yang tidak buta hati ingin mengikrarkanmu segera,  
Merdeka...Merdeka...Merdeka...

Tinta Merdeka,
Engkau tercapai atas berkat rahmat Allah semata,
Engkau teruji atas izin dari Allah jua,
Insya Allah, Engkau berjaya atas kehendak-Nya pula.

La Haula Wa La Quwwata Illa Billah


Apa Makna Puisi tersebut?

Puisi kebangsaan berjudul Tinta Merdeka di atas dapat saja dimaknai berbeda oleh setiap pelaku apresiasi puisi. Namun, harapan saya adalah semoga setiap bait dalam puisi tersebut menjadi motivasi anak-anak negeri untuk bangkit menemukan arti merdeka yang sesungguhnya. Bukan hanya sekedar merayakannya dalam upacara bendera, tetapi masih simpang siur dan jauh dari nilai-nilai kemerdekaan sebenarnya. 

Merdeka seharusnya diikuti dengan kemandirian. Mandiri artinya tidak bergantung kepada negara-negara lain. Lebih baik tangan di atas daripada tangan di bawah. Indonesia seharusnya bebas dari utang karena sepantasnya Indonesia-lah yang memberi utang.

Indonesia sejatinya adalah negeri kaya. Jadi, setiap kekayaan asli Indonesia harus dikelola anak-anak bangsa. Pendatang hanyalah tamu. Tamu tidak boleh berlama-lama. Karena tuan rumah ingin menyempurnakan butir-butir Pancasila dan pasal 33.

Minyak bumi, gas alam, emas, dan semua kekayaan alam Indonesia wajib dikelola sendiri. Tidak boleh diserahkan kepada asing dan aseng begitu saja. Anak-anak bangsa-lah yang mesti diberdayakan. Kita bisa jika mau dan bersama-sama. Janganlah kita tersandera oleh kepentingan karena bisa jadi mereka tidak berpihak kepada Indonesia.

Produk dalam negeri mesti nomor satu. Tidak boleh lagi ada impor padi, garam, atau daging. Mengapa tidak berusaha swasembada. Kita bisa kok! 

Pemain-pemain harga, penimbun barang langka, penyelundup narkoba, penyebar isu-isu propaganda dan adu domba, kaum-kaum berdasi yang korupsi, pemangku jabatan yang bermuka dua, dan semua kalangan perusak di bumi Indonesia mesti disingkirkan. Mereka tidak cocok hidup di Indonesia. Kita jangan sampai terperdaya, terjajah dengan cara lembut, manis di mulut tetapi pahit turun-temurun. 

Sudah saatnya, Indonesia berikrar Merdeka dengan bangga. Bukan hanya kelihatan merdeka tetapi belum merdeka sebenarnya. Bagaimana menurut Anda?

No comments:

Post a Comment

Terimakasih atas kepatuhannya melakukan komentar yang sopan, tidak menyinggung S4R4 dan p0rnografi, serta tidak mengandung link aktif, sp4m, iklan n4rk0ba, senj4t4 ap1, promosi produk, dan hal-hal lainnya yang tidak terkait dengan postingan. Jika ada pelanggaran, maaf jika kami melakukan penghapusan sepihak. Terimakasih dan Salam blogger!