INIRUMAHPINTAR - Siapapun yang saat ini kuliah di perguruan tinggi, pasti pernah mendapat tugas (assignment) dari dosen. Tentu sama saja waktu duduk di bangku sekolah dasar, menengah pertama, dan menengah atas, atau kejuruan, selalu ada tugas dari guru. Yah, di satu sisi, tugas kuliah memang bermanfaat untuk membangkitkan rasa ingin tahu mahasiswa sekaligus meningkatkan kemandirian dalam mencari sendiri topik apa yang mereka butuhkan. Namun, di sisi lain, tugas kuliah yang tidak diikuti tindak lanjut berupa umpan balik (feedback) dari dosen hanya berakhir dengan rasa lelah dan ketidakpastian.
Setiap mahasiswa yang telah berjuang sepenuh hati, begadang semalaman, demi mengerjakan tugas kuliah sebaik-baiknya, lalu datang kuliah tepat waktu dan mengumpulkan tugas esok hari, ingin rasanya berbisik kepada sang dosen, "wahai dosenku, lihatlah hasil kerjaku, periksalah, dan koreksi kesalahanku, agar aku dapat memperbaikinya, karena di momen inilah aku belajar menjadi pribadi yang lebih baik."
Sayang sungguh sayang, bisikan itu tidak juga sampai ke telinga sang dosen sehingga tugas yang sudah dikumpul, belum juga diperiksa dan dikembalikan ke mahasiswa. Coba tugas itu diperiksa, lengkap dengan coretan-coretan kesalahan, maka mahasiswa dapat mengerti kekurangannya dan besok-besok jika memperoleh tugas serupa, kesalahan dapat diminimalisir.
Sehubungan dengan tema tulisan ini, saya teringat ketika saya memperoleh kesempatan belajar di salah satu negara bagian di Amerika Serikat. Saat itu, atmosfer perkuliahan benar-benar berlangsung profesional. Misalnya di kelas Grammar-Writing, ketika kita diberi tugas menulis sebuah paragraf, sang dosen benar-benar memeriksanya, lalu di pertemuan selanjutnya ditampilkan dengan OHP di depan kelas untuk di review bersama. Dan bukan hanya tugas saya yang diperiksa, semua tugas dari mahasiswa lain mendapat kesempatan evaluasi satu per satu. Hasilnya, kita benar-benar memperoleh ilmu "menulis" meski hanya satu paragraf.
Coba kita bandingkan dengan perkuliahan di Indonesia. Bukan bermaksud menjelek-jelekkan karena tidak semua demikian, dosen sangat suka memberikan tugas membuat makalah atau menulis karangan (misalnya menulis narasi, eksposisi, argumentasi, deskripsi, persuasi, dsb - khusus di jurusan pendidikan bahasa Indonesia / Inggris). Setelah selesai dan dikumpulkan, sangat jarang makalah tersebut benar-benar diperiksa kata per kata, apakah sudah benar atau tidak, copy paste atau bukan, tanda bacanya sudah tepat atau belum, dsb lalu dikembalikan ke mahasiswa. Belum lagi dengan tugas menulis (tak jarang diminta menulis tangan), setelah dikumpul, mahasiswa tidak pernah tahu apakah tulisannya benar atau salah. Jarang sekali ada umpan balik berupa hasil pemeriksaan. Padahal proses inilah yang dibutuhkan oleh mahasiswa sesungguhnya.
Idealnya, seorang dosen mata kuliah "writing" misalnya, yang ingin mengetahui sejauh mana mahasiswanya dalam menulis sepatutnya memberikan tugas (assignment) sewajarnya . Janganlah pernah memberikan tugas jika tidak siap memeriksa. Jangan coba-coba memberikan tugas berlembar-lembar jika satu lembar pun tidak sanggup di cek dan ricek sesuai standar penilaian.
Andai dosen benar-benar ingin menguji kemampuan menulis mahasiswa, tidak mesti memberikan tugas berlembar-lembar bukan? Satu lembar pun sudah cukup, malah satu paragraf sudah lebih dari cukup. Apalagi tujuan utama dari pemberian tugas bukan kuantitasnya, tetapi kualitasnya. Yaitu bagaimana mahasiswa dapat belajar menulis lebih baik lagi setelah melihat hasil koreksi dari dosennya.
Walau memberi tugas adalah hak dosen, tetapi dosen tidak sebaiknya memaksakan kehendak untuk tujuan yang tidak pasti. Dosen harus menjamin setiap penugasan yang diberikan bernilai positif untuk kemajuan mahasiswa. Bukan hanya berupa angin lalu, hilang begitu saja. Apapun yang ditugaskan ke mahasiswa, banyak atau tidak, harus benar-benar diperiksa oleh dosen. Setelah itu, tugas tersebut dikembalikan ke mahasiswa untuk diperbaiki atau dipelajari kembali.
Jika tidak ada pengembalian tugas para mahasiswa mau belajar apa? Relakah dosen membiarkan mahasiswanya setiap saat dibebani tugas tanpa ada manfaat. Lagipula, jika budaya ini dibiarkan berulang-ulang, percaya saja, para mahasiswa mengerjakan tugas asal-asalan, atau mengandalkan sistem copas (copy paste) sehingga mereka tidak benar-benar menulis apa yang ada dipikirannya.
Jadi, imbasnya kembali ke mahasiswa, jika dosen tidak memeriksa tugas mahasiswa dan tidak mengembalikannya, maka jangan bermimpi untuk menghasilkan penulis-penulis handal di masa depan. Dan jangan heran, produktivitas karya-karya tulis ilmiah orang Indonesia sangat kurang dibandingkan produktivitas berkarya di negara lain. Jadi, secara tidak langsung, melalui tulisan ini kita telah mengungkap sebuah budaya yang harus ditinggalkan oleh dosen, yaitu memberi tugas tanpa memeriksa.
No comments:
Post a Comment
Terimakasih atas kepatuhannya melakukan komentar yang sopan, tidak menyinggung S4R4 dan p0rnografi, serta tidak mengandung link aktif, sp4m, iklan n4rk0ba, senj4t4 ap1, promosi produk, dan hal-hal lainnya yang tidak terkait dengan postingan. Jika ada pelanggaran, maaf jika kami melakukan penghapusan sepihak. Terimakasih dan Salam blogger!