Puisi Logika Romantis - Aku itu Kamu
INIRUMAHPINTAR - Puisi Logika Romantis "Aku itu Kamu" - Hati manusia milik sang Pencipta, maka fitrahnya hati berubah-ubah menurut kehendakNya. Tanpa kesungguhan kuat dan niat yang tulus, semua hal bagaikan air di daun talas, yakni tidak berpendirian. Puisi berikut ini menggambarkan corak bolak-balik kehidupan. Mana yang terpilih, bergantung seberapa pantas pemilih memantaskan pilihannya. Bacalah dan renungkanlah!
Karya : Ahn Ryuzaki
Rajin itu malas
Malas bermalas-malasan
Malas itu rajin
Rajin habis-habisan
Ramai itu sepi
Sepi dari kesepian
Sepi itu ramai
Ramai dalam lamunan
Basah itu kering
Kering dari kekeringan
Kering itu basah
Basah kepanasan
Jauh itu dekat
Dekat dari kerinduan
Dekat itu jauh
Jauh dari perpisahan
Tinggi itu rendah
Rendah menyayangi
Rendah itu tinggi
Tinggi menghormati
Senang itu sedih
Sedih menyesali
Sedih itu senang
Senang melukai
Sayang itu benci
Benci kepalsuan
Benci itu sayang
sayang tipu daya
Maaf itu sia-sia
Sia-sia tanpa perubahan
Sia-sia itu maaf
Maaf tanpa pembuktian
Sehat itu sakit
Sakit jika menyakiti
Sakit itu sehat
Sehat jika mengulangi
Lupa itu ingat
Ingat sedikit saja
Ingat itu lupa
Lupa semuanya
Aku itu kamu
Kamu cerminanku
Kamu itu aku
Aku cerminanmu
(Watansoppeng, 22 Oktober 2016 - 11.21 PM)
Di bait pertama, penulis mengawalinya dengan larik yang benar-benar paradoksal. Rajin itu malas. Orang yang pertama kali membaca ini akan merasakan kejanggalan. Bagaimana mungkin rajin itu menjadi malas. Ternyata jawabannya terdapat di bait kedua. Rajin itu adalah malas bermalas-malasan. Dalam pengertian lebih simpel, ketika seseorang mampu mengalahkan kemalasannya berarti dia telah dapat dikatakan sebagai orang rajin. Begitu pula arti dari malas itu rajin, sungguh eksentrik. Orang yang malas diterjemahkan sebagai orang yang rajin habis-habisan. Dalam arti sederhana, orang malas yaitu orang yang suka membuang-buang atau menghabiskan waktu - melakukan sesuatu yang tidak berguna.
Makna Puisi - Aku itu Kamu
Puisi berjudul Aku itu Kamu di atas merupakan sebuah puisi berkarakter logika paradoksal yang bertema romantis. Makna yang terkandung di dalam puisi cukup sederhana, yaitu tentang penyungguhan hubungan sepasang kekasih (halal) melalui nasehat-nasehat bersahaja yang bertolak belakang tetapi memiliki satu kesatuan makna. Namun, makna puisi ini juga dapat terwujud untuk lingkup masyarakat yang lebih luas. Pesan yang tersirat sangat patut direnungkan.
sumber ilustrasi : Pinterest |
Di bait kedua, penulis melanjutkan logika paradoksalnya. Ramai ditafsirkan sebagai sepi. Ternyata, ramai yang dimaksud adalah menyepi dari kesepian. Dalam arti simplitis, ketika seseorang meninggalkan keadaan yang penuh kesepian, berarti dia merasakan keramaian. Misalnya, orang yang menyendiri di dalam kamar sebuah rumah. Dia kesepian. Tidak ada teman ngobrol. Ketika dia meninggalkan tempatnya - ke luar kamar lalu berjumpa anggota keluarga lain artinya dia telah menyepikan kesepian. Sementara, jika dia memilih tinggal terus di kamar, penulis melabelinya dengan larik sepi itu ramai. Maksudnya adalah ramai dalam lamunan. Itu berarti orang yang berada dalam sepi, berpotensi untuk ramai tetapi hanya dalam lamunan. Ramai berpikir, ramai berkhayal, dan pikirannya menerawang kemana-mana.
Di bait ketiga, penulis kembali menyingkap sebuah makna kesebalikan. Basah dialihbahasakan sebagai kering. Ternyata yang dimaksud adalah kering dari kekeringan. Artinya, keluar dari zona kekeringan. Selanjutnya, kering pun diparafrasekan sebagai basah yaitu basah yang kepanasan. Ketika benda basah dipanaskan maka lambat laun akan mengering.
Menyambung makna dari bait-bait sebelumnya, di bait keempat, penulis memilih larik jauh itu dekat. Normalnya, jauh itu tidak mungkin bisa dikatakan sama dengan dekat karena keduanya memiliki hubungan antonim. Namun, setelah membaca artinya, barulah bisa dipahami. Jauh itu artinya dekat dengan kerinduan. Ketika sepasang kekasih (halal) terpisah oleh tempat dan waktu, berjarak pulau-pulau, dan sulit bertemu muka, di saat bersamaan benih-benih kerinduan di antara mereka tumbuh bersemi.
Selanjutnya, di bait ke-5, penulis berusaha menyisipkan pesan moral. Tinggi dikatakan rendah menyayangi. Artinya, ketika engkau berada pada keadaan yang tinggi (jabatan, usia, pendidikan, dan kedudukan) maka jangan sampai membuatmu lupa untuk menurunkan gengsi, menyayangi mereka yang ada di bawah. Begitu pula, rendah diterjemahkan sebagai tinggi menghormati. Artinya, ketika posisi kita sebagai adik, hormatilah kakakmu Ilustrasi lain, ketika kita adalah bawahan, hormatilah atasan. Ketika kita sebagai rakyat, hormatilah pemimpin. Dan sebaliknya kakak harus menyayangi adiknya, atasan menyayangi bawahannya, dan pemimpin menyayangi rakyatnya. Hal ini sejalan dengan kata bijak yang selalu dipesankan guru di sekolah, tua menyayangi yang muda, dan yang muda menghormati yang tua; yang kaya menghormati yang miskin, yang miskin menghargai yang kaya; yang berpangkat menyayangi rakyat biasa, dan rakyat biasa menghargai yang berpangkat. Semua harus berjalan sesuai koridor interaksi positif agar terjalin kesejukan bersosialisasi, khususnya dalam berinteraksi di lingkungan rumah tangga.
Di bait ke-6, penulis mengungkapkan bahwa kesenangan itu tercipta ketika kita sedih menyesali kesalahan dan kekhilafan. Begitupun, penulis menyentil sikap yang sering terlupa yaitu senang menertawakan kekurangan atau kesalahan orang lain. Padahal, sesungguhnya, perasaan sedih itu tercipta ketika kita senang menyakiti orang lain. Semoga tidak terjadi, dan mental kita terbentuk untuk tidak berbahagia di atas penderitaan orang lain.
Di bait ke-7, penulis menyerukan bahwa jika benar-benar menyayangi seseorang, maka bencilah untuk bertutur kepalsuan. Karena jika terus menerus menyisipkan dusta atau kebohongan, meski dalam hal kecil dalam suatu hubungan, itu berpotensi memantik tipu daya sekaligus membenihkan benci. Sementara benci adalah titik tolak yang harus dijauhi sejauh-jauhnya dalam ikatan suci, termasuk dalam interaksi bermasyarakat, antar-beragama, antar-suku, dan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Di bait ke-8, penulis menyiarkan sebuah petuah substansial tentang perlakuan ketika melakukan kesalahan kepada seseorang. Dalam hal ini, permohonan maaf tidak ada artinya tanpa kesungguhan untuk berubah tanpa berbuat salah lagi, apalagi jika kesalahan yang sama. Artinya, permohonan maaf yang tulus itu tergambar bukan dari bentuk ucapannya, melainkan dari manifestasi perubahannya dan pembuktiannya.
Di bait ke-9, penulis kembali merestorasi pesan seperti yang tertuang di bait ke-6. Jika seseorang merasa sakit ketika menyakiti orang lain, terutama orang yang dia kasihi berarti dia masih sehat. Begitupun sebaliknya, ketika seseorang sehat ketika menyakiti orang lain apalagi sampai terus mengulangi, maka dia sesungguhnya sakit.
Di bait ke-10, penulis berbagi pesan lagi melalui larik lupa itu ingat dan ingat itu lupa. Ketika seseorang selalu melakukan kesalahan dengan alasan lupa, lupa, dan lupa, artinya dia lebih dominan mengingat masa suramnya, cara berbuat salah dan berkilah. Lain halnya jika dia lebih dominan mengingat kebaikan-kebaikannya baik di masa lalu, maka dia pasti akan belajar dan lupa untuk berbuat salah lagi di masa sekarang dan akan datang.
Di bait terakhir, penulis berusaha menegaskan bahwa pesan yang ada di dalam puisi tidak hanya berlaku untuk kekasihnya, atau sahabatnya, temannya, atau siapapun yang dia kasihi. Itu juga berlaku untuk dirinya. Jadi, ada perubahan timbal balik. Dalam arti lain, pesan puisi baiknya direnungi, dijalani, dan dihadapi bersama, karena cerminan suami adalah istrinya, cerminan istri adalah suaminya. Begitupun dalam lingkup bernegara. Pemimpin wajib mendidik masyarakatnya karena cerminan rakyat adalah pemimpinnya, dan cerminan masyarakat adalah pemimpinnya.
No comments:
Post a Comment
Terimakasih atas kepatuhannya melakukan komentar yang sopan, tidak menyinggung S4R4 dan p0rnografi, serta tidak mengandung link aktif, sp4m, iklan n4rk0ba, senj4t4 ap1, promosi produk, dan hal-hal lainnya yang tidak terkait dengan postingan. Jika ada pelanggaran, maaf jika kami melakukan penghapusan sepihak. Terimakasih dan Salam blogger!